Artikel Tentang Masyarakat

Kerusuhan social dan tindakan represif dari berbagai institusi, berkali-kali menghapus fakta keanekaragaman di negeri ini. Padahal, keanekaragaman adalah fakta. Fakta kenekaragaman memang sesuatu yang dilematis. Di satu sisi, keberagaman adalah sebuah fenomena nyata yang tidak mungkin diingkari. Tapi di sisi yang lain, ada sebuah misi persatuan di bawah payung NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang juga harus dijunjung tinggi.

Pluralitas masyarakat Indonesia sudah dilupakan sejak masa Orde Baru. Dan sebaliknya nilai kesatuan begitu ditonjolkan. Pemerintah saat itu sangat ketakutan dengan fenomena banyaknya ragam budaya, ideology, agama, ras, dan lain sebagainya yang terdapat dalam kultur masyarakat Indonesia. Mereka berpikir, bahwa ancaman negatif dari keragaman masyarakat Indonesia akan menghancurkan kedaulatan negeri ini, sehingga perlu tindakan represif untuk menyatukan segala aspek kehidupan berbangsa. Diadakanlah pelatihan-pelatihan kebudayaan, dengan memunculkan satu model kebudayaan nasional; juga bentuk pengajaran seragam; dibatasilah hak asasi berkeyakinan agama dengan menetapkan lima agama resmi, yang akibatnya tidak diakuinya ratusan bahkan ribuan agama rakyat Indonesia yang sangat kaya, bahkan khotbah-khotbah para khatib dan pendeta juga diseragamkan, hak berpolitik dibatasi hanya dalam satu partai, yaitu Golkar, sementara PPP dan PDI hanyalah pemanis demokrasi semu Orde Baru, sebab berkali-kali Pemilu, suara kedua partai tersebut tetap stagnan dan sangat tidak signifikan sebagai satu partai di negeri yang hanya memiliki sedikit partai; dan seterusnya. Tindakan seperti yang dilakukan Orde Baru adalah sebuah contoh tindakan yang sangat tidak manusiawi, dimana fakta keanekaragaman tidak dilihat sebagai fakta yang tidak bisa tidak harus diterima, melainkan diberangus dengan cara-cara keji.

Pada saat Orde Baru meletakkan jabatan pada tahun 1998, setelah serangkain gerakan rakyat (people power) melumpuhkan gairah pemerintahan, perayaan pluralitas atau kebaragaman memperoleh momentumnya. Berbagai ragam dan unsur masyarakat Indonesia yang selama ini dibungkam seakan memperoleh kesempatan untuk kembali menunjukkan eksistensi mereka. Tapi karena, ibarat sebuah pesta, perayaan pluralisme tersebut melampaui batas-batas kewajaran, sehingga muncullah berbagai konflik social di masyarakat Indonesia, mulai dari konflik Ambon, Sambas, Pontianak, Poso, Aceh, dan seterusnya. Bibit-bibit perpecahan seperti sebetulnya bukan semata-mata ekses dari terbukanya kran demokrasi, melainkan terutama terpupuk secara subur dan matang dalam sebuah sistem totaliter. Orde totaliter lah yang membuat bibit konflik melalui tindakan represif kepada mereka. Penegasan identitas muncul ketika ia berusaha dipendam dan ditiadakan. Orde adalah mesin pemupuk konflik antar budaya yang sangat efektif. Betul pada masa kekuasaan Orde Baru konflik sosial antar budaya itu tidak nampak secara kasat mata, tapi ia benar-benar ada dalam wadah yang tertutup.

Persoalan tentang bagaimana menghargai pluralisme dan tetap mempertahankan kesatuan tidak bisa dilakukan dengan mengabaikan salah satunya. Ketahanan persatuan tidak akan terusik apabila beragam budaya dan kepentingan masyarakat terpenuhi dengan adil. Menyelesaikan konflik social bukan dengan menghilangkan satu unsure dalam masyarakat, melainkan memberikan pengakuan terhadap eksistensi mereka. Persekutuan antara kesatuaan dan keanekaragaman memang agak aneh, dan penguasa harus ekstra hati-hati menyelesaiakan persoalan yang tampak secara sekilas bertolak belakang ini. Padahal kalau dicermati secara mendalam, justru persatuan dan keanekaragaman adalah dua hal yang saling mengandaikan. Persatuan tidak akan terwujud tanpa pengkuan terhadap keanekaragaman, sementara keanekaragaman tidak akan terjamin dalam suasana chaos.

Memberikan ruang yang sebebas-bebasnya kepada semua unsur dalam masyarakat adalah pilihan strategis untuk mengembangkan persatuan. Sebab hanya kebebasanlah yang menjamin terjaganya semua hak individu dan hak berbagai unsur masyarakat. Ketika kebebasan ditekan, sebagaimana yang dipraktikkan oleh Orde Baru, berbagai unsure masyarakat tidak memperoleh haknya sebagai masyarakat, yang mengakibatkan munculnya berbagai ketimpangan dan kecemburuan social.

Terkait masalah kebebasan, Isaiah Berlin, pemikir kelahiran Rusia, dalam buku “Four Essays on Liberty”, mengembangan dua model kebebasan yang mutlak ada dalam sebuah masyarakat ideal, yakni kebebasan positif dan kebebasan negatif. Kebebasan positif menunjukkan hak seseorang untuk mengembangkan kebebasaannya sebebas-bebasnya. Tapi suasana kebebasan dalam sebuah masyarakat akan memperjelas batas-batas kebebasan seseorang (kebebasan negatif). Artinya eksplorasi kebebasan maksimal akan menciptakan sebuah masyarakat yang teratur, dimana semua hak terpenuhi secara adil. Kebebasan membatasi dirinya sendiri; batas kebebasan ditentukan oleh kebebasan itu sendiri; kebebesan seseorang ditasi oleh kebebasan orang lain. Pada akhirnya, sebuah masyarakt yang bebas akan memberikan pengakuan yang sebesar-besarnya kepada ragam perbedaan yang terdapat dalam masyarakat.

Sekali lagi, memecahkan persoalan keutuhan bangsa di tengah keanekaragaman unsur bangsa Indonesia bukan dengan memberangus dengan menciptakan sentralisasi yang represif, melainkan memberi ruang yang seluas-luasnya bagi beregam unsure tersebut untuk tumbuh berkembang dengan subur. Kenekaragaman harus disadari oleh seluruh rakyat Indonesia, bukan malah mencoba menghilangkan kesadaran tersebut.
Sumber: Saidiman Ahmad, 2007, “Persatuan dan Keanekaragaman Saling Mengandaikan”.

Sumber: http://syaharuddin.wordpress.com/2010/04/10/masalah-keragaman-dalam-masyarakat-indonesia/

Pemuda dan Sosialisasi


Proses kehidupan yang dialami oleh para pemuda Indonesia tiap hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat membawa pengauh yang besar pula dalam membina sikap untuk dapat hidup di masyarakat. Proses demikian itu bisa disebut dengan istilah sosialisasi, proses sosialisasi itu berlangsung sejak anak ada di dunia dan terus akan berproses hingga mencapai titik kulminasi.

Sehubungan dengan perkembangan individu pemuda itu sendiri dan dalam rangka melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, maka pengalaman-pengalaman yang dialaminya itu kadang  membingungkan dirinya sendiri.

Pemuda Indonesia

Pemuda dalam pengertian adalah manusia-manusia muda, akan tetapi di Indonesia ini sehubungan dengan adanya program pembinaan generasi muda pengertian pemuda diperinci dan tersurat dengan pasti.
Kedudukan pemuda dalam masyarakat adalah sebagai mahluk moral, mahluk sosial. Artinya beretika, bersusila, dijadikan sebagai barometer moral kehidupan bangsa dan pengoreksi. Sebagai mahluk sosial artinya pemuda tidak dapat berdiri sendiri, hidup bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma, kepribadian, dan pandangan hidup yagn dianut masyarakat. Sebagai mahluk individual artinya tidak melakukan kebebasan sebebas-bebasnya, tetapi disertai ras tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap Tuhan Yang maha Esa.

Sosialisasi Pemuda

Proses sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang. Kedirian (self) sebagai suatu prosuk sosialisasi, merupakan kesadaran terhadap diri sendri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya. Kesadaran terhadap diri sendiri membuat timbulnya sebutan “aku” atau “saya” sebagai kedirian subyektif yang sulit dipelajari. Asal mula timbulnya kedirian :
  1. Dalam proses sosialisasi mendapat bayangan dirinya, yaitu setelah memperhatikan cara orang lain memandang dan memperlakukan dirinya
  2. Dalam proses sosialisasi juga membentuk kedirian yang ideal. Orang bersangkutan mengetahui dengan pasti apa-apa yang harus ia lakukan agar memperoleh penghargaan dari orang lain. 
Bertitik tolak dari pengertian pemuda, maka sosialisasi pemuda dimulai dari umur 10 tahun dalam lingkungan keluarga, tetangga, sekolah, dan jalur organisasi formal atau informal untuk berperan sebagai mahluk sosial, mahluk individual bagi pemuda.

INTERNALISASI, BELAJAR DAN SPESIALISASI

            Ketiga kata atau istilah tersebut pada dasarnya memiliki pengertian yang hampir sama. Proses berlangsungnya sama yaitu melalui interaksi sosial. istilah internasilasasi lebih ditekankan pada norma-nroma individu yang menginternasilasikan norma-norma tersebut. Istilah belajar ditekankan pada perubahan tingkah laku, yang semula tidak dimiliki sekarang telah dimiliki oleh seorang individu. istilah spesialisasi ditekankan pada kekhususan yagn telah dimiliki oleh seorang individu, kekhususan timbul melalui proses yang agak panjang dan lama

Individu, Keluarga, dan Masyarakat


Manusia pada dasarnya adalah mahluk yang hidup dalam kelompok dan mempunyai organisme yang terbatas di banding jenis mahluk lain ciptaan Tuhan. Untuk mengatasi keterbatasan kemampuan organisasinya itu, menusia mengembangkan sistem-sistem dalam hidupnya melalui kemampuan akalnya seperti sistem mata pencaharian, sistem perlengkapan hidup dan lain-lain. Dalam kehidupannya sejak lahir manusia itu telah mengenal dan berhubungan dengan manusia lainnya. Seandainya manusia itu hidup sendiri, misalnya dalam sebuah ruangan tertutup tanpa berhubungan dengan manusia lainnya, maka jelas jiwanya akan terganggu.
M dikenal sebagai mahluk yang berbudaya karena berfungsi sebagai pembentuk kebudayaan, sekaligus apat berperan karena didorong oleh hasrat atau keinginan yang ada dalam diri manusia yaitu :
  1. Menyatu dengan manusia lain yang berbeda disekelilingnya
  2. Menyatu dengan suasana dalam sekelilingnya
MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU
               Individu berasal dari kata latin “individuum” artinya yang tidak terbagi, maka kata individu merupakan sebutan yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan. Istilah individu dalam kaitannya dengan pembicaraan mengenai keluarga dan masyarakat manusia, dapat pula diartikan sebagai manusia.

               Dalam pandangan psikologi sosial, manusia itu disebut individu bila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Ini berarti bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya.

               Pertumbuhan Individu

               Perkembangan manusia yang wajar dan normal harus melalui proses pertumbuhan dan perkembangan lahir batin. Dalam arti bahwa individu atau pribadi manusia merupakan keselurhan jiwa raga yang mempunyai cirri-ciri khas tersendiri. Walaupun terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli, namun diakui bahwa pertumbuhan adalah suatu perubahan yang menuju kearah yang lebih maju, lebih dewasa. Timbul berbagai pendapat dari berbagai aliran mengenai pertumbuhan.

               Konsep aliran sosiologi tentang pertumbuhan menganggap pertumbuhan itu adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat mula-mula yang asosial atau juga sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan:
  1. Pendirian Nativistik. Menurut para ahli dari golongan ini berpendapat bahwa pertumbuhan itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir
  2. Pendirian Empiristik dan environmentalistik. Pendirian ini berlawanan dengan pendapat nativistik, mereka menganggap bahwa pertumbuhan individu semata-nmata tergantung pada lingkungan sedang dasar tidak berperan sama sekali.
  3. Pendirian konvergensi dan interaksionisme. Aliran ini berpendapat bahwa interaksi antara dasar dan lingkungan dapat menentukan pertumbuhan individu. 

KELUARGA DAN FUNGSINYA DIDALAM KEHIDUPAN MANUSIA

               Keluarga adalah unit/satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam hubungannya dengan perkembangan individu sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahrikan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat.

               Keluarga merupakan gejala universal yang terdapat dimana-mana di dunia ini. Sebagai gejala yang universal, keluarga mempunyai 4 karakteristik yang memberi kejelasan tentang konsep keluarga .
  1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Yang mengiakat suami dan istri adalah perkawinan, yang mempersatukan orang tua dan anak-anak adalah hubungan darah (umumnya) dan kadang-karang adopsi.
  2. para anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan mereka membentuk suatu rumah tangga (household), kadang-kadang satu rumah tangga itu hanya terdiri dari suami istri tanpa anak-anak, atau dengan satu atau dua anak saja
  3. Keluarga itu merupakan satu kesatuan orang-orang  yang berinteraksi dan saling berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan
  4. Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas.

Fungsi Keluarga:    
  1. Fungsi biologis
  2. Fungsi Pemeliharaan
  3. Fungsi Ekonomi
  4. Fungsi Keagamaan
  5. Fungsi Sosial

MASYARAKAT SUATU UNSUR DARI KEHIDUPAN MANUSIA

               Masyarakat adalah suatu istilah yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari, ada masyarakat kota, masyarakat desa, masyarakat ilmiah, dan lain-lain. Dalam bahas Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata latin socius, yang berarti “kawan” istilah masyarakat itu sendiri berasal dari akar kata Arab yaitu Syaraka yang berarti “ ikut serta, berpartisipasi”

               Dalam perkembangan dan pertumbuhannya masyarakat dapat digolongkan menjadi :
  1. Masyarakat sederhana. Dalam lingkungan masyarakat sederhana (primitive) pola pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, nampaknya berpangkal tolak dari latar belakang adanya kelemahan dan kemampuan fisik antara seorang wanita dan pria dalam menghadapi tantangan-tantangan alam yagn buas saat itu.
  2. Masyarakat Maju. Masyarakat maju memiliki aneka ragam kelomok sosial, atau lebih dikenal dengan sebuatan kelompok organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai. Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan

Studi Kasus

Berita tentang anak jalanan seolah-olah tidak ada henti-hentinya. Derita dan penyiksaan yang mereka alami terkadang membuat kita sedih. Mereka harus berjuang ditengah-tengah kota yang kejam untuk mendapatkan sejumlah uang agar mereka bisa bertahan hidup dan tidak kelaparan. Jual rokok, membersihkan bus umum, atau juga penjaja koran, barangkali itu yang dapat mereka lakukan. Keuntungan yang mereka terima tidak seberapa, namun itu harus mereka lakukan agar mereka tetap hidup di kota metropolis ini. Anak jalanan ini biasanya mangkal diterminal atau dipersimpangan-persimpangan jalan.
Namun belakangan ini kita dengar bahwa puluhan anak jalanan berdelegasi ke DPRD tingkat I Sumut karena mereka digusur dari terminal Amplas, Mimbar umum, 17/10/1995. berita ini sungguh mengenaskan karena apa yang mereka lakukan adalah sebenarnya karena factor ekonomi. Keadaan ekonomi yang memaksa mereka harus bekerja, dan pekerjaan yang bisa mereka lakukan untuk seusia mereka adalah sector informal.
Penggusuran terhadapa anak ini akan memperparah keadaan. Akan timbul masalah social yang akan lebih besar. Anak-anak yang akan digusur akan kehilangan mata pencaharian, sedangkan secara ekonomi, mereka harus mencari lapangan usaha yang mampu memenuhi kebutuhannya. Bila lapangan usaha tersebut hilang, maka meraka akan mencari lapangan usaha lain, dan bila ini tidak didapatkan, mereka akan melakukan tindakan apa saja yang penting bagi mereka bisa menghasilkan uang. Dan ini yang menimbulkan dampak social. Sebab apa yang mereka lakukan sudah tidak memperhatikan norma-norma hukum yang berlaku. Bila ini sudah terjadi tentunya aparat keamanan akan semakin disibukkan kembali. Pencopetan, perampokan, penodongan dan tindak criminal lainnya akan menjadi suatu tindak pidana baru yang pelakunya adalah anak-anak di bawah umur.
Anak jalanan: Dilema? Sebenarnya isltilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di Amerika Selatan atau Brazilia yang digunakan bagi kelompok anak-anak yang hidup dijalanan umumnya sudah tidak memiliki ikatan tali dengan keluarganya. Anak-anak pada kategori ini pada umumnya sudah terlibat pada aktivitas-aktivitas yang berbau criminal. Kelompok ini juga disebut dalam istilah kriminologi sebagai anak-anak dilinguent. Istilah ini menjadi rancu ketika dicoba digunakan di negara berkembang lainnya yang pada umumnya mereka masih memiliki ikatan dengan keluarga. UNICEF kemudian menggunakan istilah hidup dijalanan bagi mereka yang sudah tidak memiliki ikatan keluarga, bekerja dijalanan bagi mereka yang masih memiliki ikatan dengan keluarga. Di Amerika Serikat juga dikenal istilah Runauay children yang digunakan bagi anak-anak yang lari dari orang tuanya.
Walaupun pengertian anak jalanan memiliki konotasi yang negatif di beberapa negara, namun pada dasarnya dapat juga diartikan sebagai anak-anak yang bekerja dijalanan yang bukan hanya sekedar bekerja di sela-sela waktu luang untuk mendapatkan penghasilan, melainkan anak yang karena pekerjaannya maka mereka tidak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik secara jasmnai, rohani dan intelektualnya. Hal ini disebabkan antara lain karena jam kerja panjang, beban pekerjaan, lingkungan kerja dan lain sebagainya.
Anak jalanan ini pada umumnya bekerja pada sector informal. Phenomena munculnya anak jalanan ini bukanlah karena adanya transformasi system social ekonomi dan masyarakat pertanian ke masyarakat pra-industri atau karena proses industrialisasi. Phenomena ini muncul dalam bentuk yang sangat eksploratif bersama dengan adanya transformasi social ekonomi masyarakat industrialsasi menuju masyarakat yang kapitalistik.
Kaum marjinal ini selanjutnya mengalami distorsi nilai, diantaranta nilai tentang anak. Anak, dengan demikian bukan hanya dipandang sebagai beban, tetapi sekaligus dipandang sebagai factor ekonomi yang bisa dipakai untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga. Dengan demikian, nilai anak dalam pandangan orang tua atau keluarga tidak lagi dilihat dalam kacamata pendidikan, tetapi dalam kepentingan ekonomi. Sementara itu, nilai pendidikan dan kasih saying semakin menurun. Anak dimotivasi untuk bekerja dan menghasilkan uang.
Dalam konteks permasalahan anak jalanan, masalah kemiskinan dianggap sebagai penyebab utama timbalnya anak jalanan ini. Hal ini dapat ditemukan dari latar belakang geografis, social ekonomi anak yang memang datang dari daerah-daerah dan keluarga miskin di pedesaan maupun kantong kumuh perkotaan. Namun, mengapa mereka tetap bertahan, dan terus saja berdatangan sejalan dengan pesatnya laju pembangunan?
Ada banyak teori yang bisa menejlaskan kontradiksi-kontradiksi antara pembangunan dan keadilan-pemerataan, desa dan kota, kutub besar dan kutub kecil, sehingga lebih jauh bia terpetakan lebih jela persoalan hak asasi anak. Meskipun demikian, kemiskinan bukanlah satu-satunya factor penyebab timbulnya masalah anak jalanan. Dengan demikian, adanya sementara anggapan bahwa masalah anak jalanan akan hilang dengan sendirinya bila permasalahan kemiskinan ini telah dapat diatasi, merupakan pandangan keliru.
Strategi dan penanggulangannya
Kasus-kasus penggusuran , pelarangan, penangkapan, pemukulan yang menimpa anak-anak jalanan juga menjadi bukti bagaimana pembangunan memenangkan struktur formal yang bermodal dan mampu membayar pajak kepada negara, sehingga public space of economy dikuasai dan dimonopoli oleh struktur formal. Selain itu formalisasi juga ditampilkan melalui praktek-praktek yang sama dengan legitimasi nilai bahwa pembangunan hanya akan berjalan akibat kontribusi sector formal. Sementara sector informal, dimana anak-anak jalanan tumbuh dan berkembang, sekali lagi dianggap sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan. Potret pembangunan memang deskriminatif dalam memberlakukan sector informal, baik karena logika ekonomi yang dianut maupun karena legitimasi nilai formal yang melatarinya. Ada banyak perangkat nilai, norma ataupun hokum yang selalu digunakan untuk mencari pembenaran terhadap tindakan itu, Bisa Perda, Program Kebersihan dan ketetiban, peraturan penertiban, atau nilai-nilai social diskriminatif lainnya. Hukum-hukum tersebut tidak mampu dihadapi oleh bocah-bocah kecil yang tidak mempunyai kekuasaan.
Dari urutan di atas dapat dilihat betapa kompleksnya masalah anak jalanan ini sehingga penanggulan anak jalanan ini tidak hanya dapat dilakukan secara efektif bila semua pihak tidak ikut melakukannya seperti pemerintah, LSM, masa media, individu-individu dan organisasi-organisasi keagamaan.
Penanggulangan ini dapat dilakukan dengan pertama: melalui proram aksi langsung. Program ini biasanya ditujukan kepada kelompok sasarannya yaitu para anak jalanan, misalnya saja memberikan pendidikan non-formal, peningkatan pendapatan keluarga, pelayanan kesehata. Tipe pekerjaan ini biasanya yang dilakukan oleh LSM-LSM. Kedua adalah program peningkatan kesadaran masyarakat. Aktivitas program ini untuk menggugah masyarakat untuk mulai tergerak dan peduli terhadap masalah anak jalanan. Kegiatan ini dapat berupa penerbitan bulletin, poster, buku-buku, iklan layanan masyarakat di TV, program pekerja anak di radio dan sebagainya.
Penutup
Masalah anak jalanan adalah masalah yang sangat kompleks yang menjadi masalah kita bersama. Masalah ini tidak dapat ditangani hanya oleh satu pihak saja melainkan harus ditangani bersama-sama oleh berbagai pihak yang perduli permasalahan ini juga dapat diatasi dengan suatu program yang komprehensi dan tidak akan dapat tertangani secara efektif bila dilaksanakan secara persial. Dengan demikian kerja sama antara berbagai pihak, pemerintah, LSM, masa media mutlak diperlukan.
Khusus mengenai aspek hukum yang melindungi anak jalanan yang terpaksa bekerja juga merupakan komponen yang perlu diperhatikan karena masih lemahnya peraturan dan perundang-undangan yang mengatur masalah ini.


Sumber: http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/23/anak-jalanan-dan-masalah-sosial-ahmad-sofian-pkpa/

Ilmu Sosial Sebagai Mata Kuliah Dasar Umum


A.ISD Sebagai salah satu MKDU

ILMU SOSIAL DASAR SEBAGAI KOMPONEN MATA KULIAH DASAR UMUM
            Menghadapi masalah-masalah dalam penyelenggaraan tridarma perguruan tinggi, demikian pula untuk memenuhi tutuntutan masyarakat dan negara , maka diselenggarakan program-program pendidikan umum. Tujuan pendidikan umum di perguruan tinggi adalah :
  1. Sebagai usaha membantu perkembangan kepribadian mahasiswa agar mampu berperan sebagai anggota masyarakat dan bangsa serta agama
  2. Untuk menumbuhkan kepekaan mahasiswa terhadap masalah-masalah dan kenyataan-kenyataan sosial yang timbul di dalam masyarakat Indonesia
  3. Memberikan pengetahuan dasar kepada mahasiswa agar mereka mampu berpikir secara interdisipliner, dan mampu memahami pikiran para ahli berbagai ilmu pengetahuan, sehingga dengan demikian memudahkan mereka berkomunikasi
            Ilmu sosial dasar adalah salah satu mata kuliah dasar umum yang merupakan matakuliah wajib yang diberikan di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Tujuan diberikannya mata kuliah ini adalah semata-mata sebagai salah satu usaha yang diharapkan dapat memberikan bekal kepada mahasiswa untuk dapat peduli terhadap masalah – masalah sosial yang terjadi dilingkungan dan dapat memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial dasar.

LATAR BELAKANG, PENGERTIAN DAN TUJUAN  ISD
            
             Latar belakang diberikannya ISD adalah banyaknya kritik yang ditujukan pada sistem pendidikan kita oleh sejumlah para cendikiawan, terutama sarjana pendidikan, sosial dan kebudayaan. Mereka menganggap sistem pendidikan kita berbau colonial, dan masih merupakan warisan sistem pendidikan Pemerintah Belanda, yaitu kelanjutan ari politik balas budi yang dianjurkan oleh Conrad Theodhore van Deventer. Sistem ini bertujuan menghasilkan tenaga-tenaga terampil untuk menjadi “tukang-tukang” yang mengisi birokrasi mereka di bidang administrasi, perdagangan, teknik dan keahlian lain, dengan tujuan ekspoitasi kekayaan Negara.

            Ternyata sekarang masih dirasakan banyaknya tenaga ahli yang berpengetahuan keahlian khusus dan mendalam, sehingga wawasannya sempit. Padahal sumbangan pemikiran dan adanya komunikasi ilmiah antara disiplin ilmu diperlukan dalam memecahkan berbagai masalah sosial masyarakat yang demikian kompleks.

`Hal lain, sistem pendidikan kita menjadi sesuatu yang “elite” bagi masyarakat kita sendiri, kurang akrab dengan lingkungan masyarakat, tidak mengenali dimensi – dimensi lain di luar disiplin ikeilmuannya.n Perguruan tigngi  seolah-olah menara gading yang banyak menghasilkan sarjana-sarjana “tukang” tidak mau dan peka terhadap denyut kehidupan, kebutuhan, serta perkembangan masyarakat.

Tegasnya ilmu sosial dasar adalah usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial agar daya tanggap, persepsi , dan penalaran mahaiswa dalam menghadapi lingkungan sosialnya dapat ditingkatkan  sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkungnan sosialnya dapaat menjadi lebih besar.

Sebagai salah satu mata kuliah umum, ISD bertujuan membantu kepekaan wawasan pemikiran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan pemikiran yang lebih luas, dan ciri-ciri kepribadian yang diharapkan dari setiap anggota golongan terpelajar Indonesia, khususnya berkenaan dengan sikap dan tingkah laku manusia dalam menghadapi manusia-manusia lainnya, serta sikap dan tingkah laku manusia  dalam menghadapi manusia lain terhadap manusia yang bersangkutan.


 B.Penduduk, Masyarakat dan kebudayaan

 PENDAHULUAN

               Penduduk masyarakat dan kebudayaan adalah konsep-konsep yang pertautannya satu sama lain sangat berdekatan. Ini berarti masyarakat akan terbentuk bila ada penduduknya sehingga tidak mungkin akan ada masyarakat tanpa penduduk, masyarakat terbentuk karena penduduk.
               Penduduk, dalam pengertian luas diartikan sebagai kelompok organisme sejenis yang berkembang biak dalam suatu daerah tetentu. Penduduk dalam arti luas itu sering diistilahkan populasi dan disini dapat meliputi populasi hewan, tumbuhan dan juga manusia.
               Sedangkan masyarakat adalah suatu kesatuan kehidupan sosial manusia yang menempati wilayah tertentu, yang keteraturannya dalam kehidupan sosialnya telah dimungkinkan karena memiliki pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan mengatur kehidupannya. 

PENDUDUK DAN PERMASALAHANNYA

               Orang yang pertama mengemukakan teori mengenai penduduk ialah “Thomas Robert Malthus”. Dalam edisi pertamanya “Essay Population “ tahun 1798. Malthus mengemukakan adanya dua persoalan pokok, yaitu bahwa bahan makanan adalah penting utnuk kehidupan manusia dan nafsu manusia tidak dapat ditahan. Bertitik tolak dari hal itu teori Malthus yang sangat terkenal yaitu bahwa berlipat gandanya penduduk itu menurut deret ukur, sedangkan berlipat gandanya bahan makanan menurut deret hitung, sehingga pada suatu saat akan timbul persoalan-persoalan yang berhubungan dengan penduduk.

               Tidak lama setelah Malthus mengemukakan pendapatnya, timbullan kemudian bermacam-macam teori/pandangan sebagai kritis atau sebagai perbandingan atas teori Malthus. Misalnya saja pandangan yang mengemukakan bahwa pertambahan penduduk itu merupakan hasil (resulta) dari keadaan sosial termasuk ekonomi, dimana orang saling berhubungan dan terkenal sebagai teori sosial tentang pertambahan penduduk.

               Disamping itu ada juga yang berpendapat bahwa manusia itu dalam kehidupannya terkait dengan alam atau daerah dimana mereka hidup. Oleh karena itu penduduk dunia itu bertambah karena kelahiran lebih besar dari kematian, sehingga tingkat kelahiran lebih besar dari tingkat kematian. Ini disebabkan karena manusia sebagai mahluk hidup akan selalu berusaha agar mempunyai keturunan dan memperjuangkan hidupnya untuk dapat hidup panjang (berumur panjang) dan ini sering dikenal dengan teori alam tentang pertumbuhan penduduk.

DINAMIKA PENDUDUK

               Dinamika penduduk menunjukkan adanya factor perubahan dalam hal jumlah penduduk yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan penduduk. Pertambahan penduduk  dapat dihutung dengan cara : pertambahan penduduk = ( lahir – mati) + ( datang – pergi ). Pertambahan penduduk alami karena diperoleh dari selisih kelahiran dan kematian . Unsur penentu dalam pertambahan penduduk adalah tingkat fertilitas dan mortalitas.

               Fertilitas adalah tingkat pertambahan anak yang dihitung dari jumlah kelahiran setiap seribu penduduk dalam satu tahun. Tingkat kelahiran yang dihitung dari kelahiran perseribu penduduk dalam satu tahun merupakan kelahiran secara kasar, sering disebut Crude birth Rate (CBR). Disamping CBR ini dapat juga kita mencari tingkat kelahiran dari wanita umur tertentu yang disebut Age Specifica Fertility Rare (ASFR), yaitu diperhitungkan dari jumlah kelahiran dari tiap seribu wanita dalam usia produktif (tertentu) dalam satu tahun.
               Faktor kedua mempengaruhi pertumbuhan penduduk ialah mortalitas atau tingkat kematian secara kasar disebut Crude Date Rate (CDR), yaitu jumlah kematian pertahun perseribu penduduk.
Untuk memproyeksikan penduduk dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Pn = (1 + r) n x  Po
Pn = jumlah penduduk yang  dicari pada tahun tertentu (proyeksi penduduk)
 r = tingkat pertumbuhan penduduk dalam prosen
 n  = jumlah dari tahun yang akan diketahui 
Po = jumlah penduduk yang diketahui apa tahun dasar 
Sebagai contoh :
Tahun 1961 jumlah penduduk Indonsia 96 juta, dengan tingkat pertambahan penduduk 2,4 5, berapa penduduk Indonesia tahun 2001 ?
Tahun 2001 penduduk Indonesia ( 1 + 2,4/100 ) 40 x 96 juta = 248 juta

KOMPOSISI PENDUDUK
              
Berdasarkan komposisinya piramida penduduk dibedakan atas :
-Penduduk muda yaitu penduduk dalam pertumbuhan, alasannya lebih besar dan ujungnya runcing, jumlah kelahiran lebih besar dari jumlah kematian
-Bentuk piramida stasioner, disini keadaan penduduk usia muda, usia dewasa dan lanjut usia seimbang, pyramid penduduk stasioner ini merupakan idealnya keadaan penduduk suatu Negara
-Piramida penduduk tua, yaitu piramida pendduk yang menggambarkan penduduk dalam kemunduran, pyramid ini menunjukkan bahwa penduduk usia muda jumlanya lebih kecil dibandingkan dengan penduduk dewasa, hal ini menjadi masalah karena jika ini berjalan terus menerus memungkinkan penduduk akan menjadi musnah karena kehabisan. Disini angka kelahiran lebih kecil dibandingkan angka kematian.


 PERKEMBANGAN DAN PERUBAHAN KEBUDAYAAN

              Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi merumuskan kebudayaan adalah semua hasil dari  karya, rasa dan cipta masyarakat. Dari pengetian tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu merupakan keseluruhan ari pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, untuk memenuhi segala kebutuhannya serta mendorong terwujudnya kelakuan manusia itu sendiri

KEBUDAYAAN DAN KEPRIBADIAN

               Sebaliknya segala yang berbeda dari corak kebudayaan mereka, dianggap rendah, aneh, kurang susila, bertentagnan dengan kodrat alam, dan sebagainya.

Contoh : Di indonesia pada umumnya, apabila seorang wanita hamil tidak mempunyai suami, ia adalah profil seseorang yang telah melanggar adat/kebisaaan suatu keluarga, masyarakat, dan bangsa pada umumnya. Budaya/adat istiadat keluarga, masyarakat, dan bangsa Indonesia yang berakar dari ajaran agama, tidak membenarkan dan tidak metolelir hal semacam itu. Jika terjadi semacam itu, baik oleh lingkungan keluarga maupun masyarakat, orang itu akan dikucilkan, dicibir, direndahkan harkatnya. Sebab ia telah melanggar adat/kepribadian keluarga dan masyarakat di sekelilingnya.

              Tata budaya dan kepribadian yang dibakukan dalam sistem nilai, sistem kaidah orang-orang barat dan komunis membenarkan kebiasaan / tingkah laku seperti itu. sama sekali bukan merupakan pelanggaran adat istiadat. Sifat-sifat kepribadian yang berakar dari adat istiadat dan ajaran agama pada suatu kelompok masyarakat dapat dikukuhkan sebagai hukum adat.

PRANATA SOSIAL DAN INSTITUSIONALISASI

               Usage menunjukkan pada suatu bentuk perbuatan, kekutan mengikatnya sangat lemah bila dibandingkan dengan folkways. Usage lebih menonjol didalam hubungan antar individu didalam masyarakat. Sedangkan Folkways diartikan sebagai perbuatan yang berulang-ulang dalam bentuk yang sama, yang diikutinya kurang berdasarkan pelikiran dan mendasarkan pada kebiasaan katau tradisi; yang diterjemahkan dengan kelajman  atau kebiasaan. Folkways menunjukkan pola  berperilaku yang diikuti dan diteima oleh masyarakat.

               Norma-norma tersebut setelah mengalami proses tertentu pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses institusionalisasi, yaitu suat proses yang dilewati oleh norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan, sehingga norma tersebut oleh masyarakat diterima, dihargai, dan kemudian ditaati dan dipatuhi dalam mengatur kehidupan sehai-hari.

               Dr. Koentjaraningrat  membagi lembaga sosial/pranata-pranata kemasyarakatan menjadi 8 macam  yaitu :
  1. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan atau domestic institutions
  2. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mata pencaharian hidup ( economic institutions)
  3. Pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah manusia (scientific institution)
  4. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan pendidikan (educational institutions)
  5. Pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah, menyatakan rasa keindahan dan rekreasi (aesthetic anda recreational institutions)
  6. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib (religius institutions)
  7. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan berkelompok atau bernegara (political institutios)
  8. Pranata yang bertujuan mengurus kebutuhan jasmaniah manusia (cosmetic institutions)